Total Pageviews

Wednesday, November 25, 2009

Konsekuensi Logis Kesembilanbelas

Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain pula ikannya.

Peribahasa tersebut cocok untuk menggambarkan perbedaan pemilihan Ketua BEM UI dan F. Psikologi UI. Pun sama-sama di UI, ternyata perbedaan tidak hanya ada di tingkatan lembaga tetapi juga di system pemilihannya. Yang pertama jelas berbeda adalah kandidat yang berhak maju untuk ikut pemilihan ketua BEM. Kalau BEM UI yang maju adalah pasangan kandidat, di F. Psikologi yang maju hanya satu orang kandidat. Kalau pada pemilihan kali ini BEM UI memiliki tiga pasang calon, di BEM F. Psikologi hanya memiliki satu orang calon. Dan yang paling jelas berbeda adalah syarat jumlah perolehan suara yang harus didapat kandidat agar berhak menjadi Ketua BEM.

Di F. Psikologi terdapat mekanisme yang mengatur agar legitimasi kandidat yang menang terjaga, yaitu dengan menyatakan bahwa pemilihan dianggap sah bila suara yang masuk berjumlah minimal dua per tiga dari daftar pemilih. Namun, di BEM UI, tidak terdapat mekanisme ini. Jadi dapat dikatakan, berapapun jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya, proses pemilihan dianggap sah. Bila mahasiswa yang menggunakan hak pilihnya banyak, dalam hal ini setidaknya setengah dari jumlah mahasiswa yang memiliki hak pilih, tentu saja kita tidak perlu mempertanyakan legitimasi dari kandidat yang menang. Namun kenyataannya, pada Pemilihan Raya (PEMIRA) IKM UI, tahun ke tahun, jumlah mahasiswa yang menggunakan hak pilihnya tidak sampai sepertiganya (dengan mengacu pada jumlah mahasiswa yang memiliki hak pilih sejumlah 30.000 orang).

Saya melihat ada persamaan antara PEMIRA UI dengan PEMILU di Negara tercinta kita ini. Komisi pemilihan, KPU dan Panitia Pemira, tidak memiliki tanggung jawab untuk memastikan pemilih menggunakan hak pilihnya. Tidak diatur secara jelas berapa jumlah pemilih minimal yang menggunakan hak pilihnya sehingga komisi pemilihan dianggap berhasil menjalankan tugasnya. Karena kewajiban untuk membuat pemilih menggunakan hak pilih tidak ada, maka komisi pemilihan menurut saya bisa saja tidak melakukan tugasnya dengan maksimal. Kenapa juga musti ngoyo kalau santai-santai pun bisa berhasil. Kalau menurut prinsip ekonomi, menggunakan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil sebesar-besarnya.

Kita dapat melihat dari tahun ke tahun PEMIRA IKM UI hanya diikuti oleh segelintir mahasiswa saja, dan tidak ada evaluasi dari panitia sebelumnya untuk mengantisipasi hal ini. Kesan pembiaran hal ini jelas sekali terlihat. Pertanyaan yang masih menggantung di benak saya adalah “Apa bedanya para mahasiswa ini dengan para pejabat yang selalu diteriaki dan didemonya?”

No comments:

Post a Comment